Banjarmasin – Pj Sekdaprov Kalsel Roy Rizali Anwar tampil di acara Mata Najwa Trans 7, Rabu (20/1) malam. Ia memaparkan upaya yang dibangun Pemprov Kalsel dalam 4 tahun terakhir untuk menjaga keseimbangan ekosistem khususnya di wilayah DAS Barito.
Sejak dilimpahkan kewenangan izin tambang dari kabupaten/kota ke provinsi pada tahun 2017, Pemprov Kalsel tak pernah memberikan IUP. Bahkan Justru Pemprov Kalsel telah mencabut 620 IUP dari 900-an IUP.
Sementara terkait void, Pemprov juga telah berupaya maksimal dengan melaksanakan program revegetasi dan menutup ratusan void dalam beberapa tahun terakhir. Dalam upaya mengatasi lahan kritis di Kalsel, Gubernur Sahbirin Noor melaksanakan program Revolusi Hijau sejak 2017. Melalui program ini telah berhasil melaksanakan penghijauan 60 ribu hektar dari  511.000 hektare lahan kritis. Program itu berupa kegiatan penanaman pohon besar-besaran untuk mengurangi lahan kritis, memulihkan daerah aliran sungai (DAS), serta memberdayakan masyarakat sekitar hutan.Keberhasilan ini juga berpengaruh pada kian membaiknya indeks kualitas lingkungan hidup Kalsel dari peringkat 26 menjadi 19 dari 34 provinsi di Indonesia. “Setiap tahun ditargetkan penanaman hingga 32 ribu hektare untuk mengurangi lahan kritis.
Selain itu sejak 24 Februari 2019 Pegunungan Meratus juga dideklarasikan sebagai Geopark Nasional. Hal ini sudah memulai upaya konkret para pemangku kepentingan untuk melakukan konservasi alam Pegunungan Meratus dan ke depan terus dikembangkan baik fasilitas maupun kemampuan dari sumber daya manusia. Termasuk dalam penyusunan RTRWP Kalsel 2010 – 2030, sebenarnya sudah mengantisipasi banjir yang akan terjadi.
Terkait penyebab banjir, akibat intensitas hujan yang tinggi di DAS Barito sebanyak 8 -9 kali lipat dari normal. “Akibat anomali cuaca maka daerah aliran sungai Barito kelebihan kapasitas dari normalnya 228 juta kubik menjadi 2,08 milyar kubik setelah hujan seminggu terakhir,” kata Roy.
Banjir Kalsel terjadi di daerah cekungan dimana terdapat pertemuan dua sungai yang memiliki elevasi rendah dan drainase yang buruk.
Menurut Roy, pada tahun 1928 daerah tangkapan air Barabai juga pernah mengalami banjir. “Jadi ini juga akibat siklus banjir ratusan tahun,” katanya.
Terkait tambang dan sawit, Pemprov Kalsel belum melihat sebagai faktor penyebab. “Kita masih mengkaji lebih lanjut penyebab banjir termasuk faktor tambang dan sawit,” kata Roy.
Kejadian banjir kali ini menurut Roy, juga akan menjadi bahan kajian bagi rencana pembangunan waduk atau bendungan Riam Kiwa di Pengaron, bendungan Kusan di Tanbu dan bendungan Pancur Hanau di Hulu Sungai Tengah. Pembangunan waduk diharapkan dapat mengendalikan dampaknya bila terjadi banjir di berbagai wilayah.
Saat ini Pemprov Kalsel tengah fokus pada penanganan darurat banjir yang kemudian nanti akan ada penanganan pasca bencana. “Gubernur Kalsel bersama unsur Forkopimda serta stake holder terkait saat ini sedang berada di lapangan untuk memastikan distribusi bantuan lancar ke berbagai daerah terdampak sekaligus memantau baik obat dan sembako termasuk evaluasi warga,” kata Roy.
Setelah itu Pemprov Kalsel akan melaksanakan penanganan pasca banjir berupa perbaikan infrastruktur yang rusak berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan kabupaten/kota. Ary