Jumlah Perkawinan Anak di Kalsel Masih Tinggi

0
849

Banjarbaru – Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas P3A)  menyusun strategi penurunan angka kasus perkawinan usia  anak.

Masalah ini dibahas dalam Forum Grup Diskusi (FGD) RAD Pencegahan Perkawinan  Anak Provinsi Kalimantan Selatan, Selasa (27/05) di Setdaprov Kalsel,  Banjarbaru.

Kepala Dinas PPPA Provinsi Kalsel, Husnul Khatimah di awal acara menyebut, saat ini Kalsel masuk dalam 20 provinsi di  Indonesia yang tinggi perkawinan anak usia dini, dan sudah melakukan pakta integritas.

Tujuan FGD untuk menguatkan partisipasi upaya penurunan perkawinan anak.

Disebutkan, pada 2017 secara nasional 11,54 persen dan Kalsel 23,12 (urutan 1). Pada 2018 Kalsel di urutan 4 atau 17,63, lebih tinggi dari nasional 11,21.

Di  2019,  Kalsel kembali urutan pertama nasional atau 21,18 persen dibanding nasional 10,82 persen. 

Penurunan terjadi di 2020 yaitu urutan keenam nasional atau 16,24 dibanding nasional 10,35 persen. 

Penjabat Gubernur kalsel, Dr Safrizal ZA MSi dalam arahannya mengatakan, penanganan masalah ini harus dilakukan lintas instansi 

Mulai dinas pendidikan,  kesehatan, kementerian agama, pengadilan agama, dinas kominfo, Balitbangda, BKKBN, TP PKK, dan lain-lain.

“Kalau hanya Dinas PPPA, tidak bisa, cita-cita kosong,” ujarnya.

Melihat kondisi saat ini, menurut Safrizal perlu kerja keras untuk keluar dari masalah ini. Kemudian untuk 2018 –  2020 tercatat 1.219 pernikahan anak dengan dispensasi dari kementerian agama.

Namun ada perbedaan dengan data pengadilan agama 1.419 dan BPS juga dimungkinkan berbeda. 

Hal ini indikasi banyak anak yang nikah secara resmi atau dibawah tangan.

Karenanya Pj Gubernur minta data ini disinkronkan dan mengupayakan pencegahan pernikahan tanpa melalui  KUA atau resmi, karena diduga banyak dilakukan masyarakat.

“Perkawinan anak non ijin juga harus dipantau, dianalisa, baru bikin strategi apa yang bisa dilakukan,” ujar Safrizal.

Kemudian, program diminta lebih fokus ke enam daerah yang terjadi kasus di atas 100 selama 2018 – 2020 yakni Kota  Banjarmasin, Kabupaten Banjar, Tanah Laut, Hulu Sungai Utara, Barito Kuala dan Tanah Bumbu.

Penyebab tinggi perkawinan dini adalab ketidaksetaraan gender, ekonomi dan kemiskinan, globalisasi atau prilaku remaja, dan regulasi. (Sal/Ary)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini