Oleh :
Bambang Dedi Mulyadi, SSos, MAP
Pemerhati Kebijakan Publik
AWAN mendung menyelimuti tatanan birokrasi pemerintahan, terutama di tingkat daerah, menyusul digelarnya pelantikan penyetaraan jabatan struktural ke fungsional secara besar besaran di penghujung tahun 2021.
Di lihat dari latar utama pelantikan tersebut berawal dari terbitnya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi RI, No 17 tahun 2021 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi Dalam Jabatan Fungsional tertanggal 12 April 2021.
Jika mencermati secara komprehensif Peraturan MenPAN RB yang terdiri dari 8 BAB, 36 pasal, tersebut, pemerintah pusat membuka ruang untuk daerah memetakan secara cermat dan penuh kehati-hatian jabatan struktural apa saja yang bisa disetarakan ke dalam.jabatan fungsional .
Kebijakan ini tentu harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi daerah.
Peluang terbukanya kesempatan itu karena pemerintah pusat sangat menghormati Undang – undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang Undang No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara .
Undang Undang 23/2014 memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur rumah tangga sendiri,.
Sedang Undang-undang No 5/2104 tentang ASN di dalam.nya melindungi Marwah dan Kehormatan ASN.
Kemudian jika diihat dari Kedudukan dalam Hukum Tata Ngara (HTN) RI, kedua undang- undang di atas lebih tinggi daripada Peraturan Menteri dan bahkan Keputusan Preseden sekalipun.
Ini tegas tercantum dalam Tap MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Undang-Undang.
Berdasarkan ketetapan MPR tersebut, tata urutan peraturan perundang-undangan RI yaitu :
1) UUD 1945;
2) Tap MPR;
3) Undang Undang
4) Peraturan pemerintah pengganti UU;
5) Peraturan Pelaksana
6) Keppres;
7) Peraturan Daerah;
Penempatan peraturan daerah menjadi energi kuat bagi pengelola birokrasi daerah untuk berani mengkritisi secara santun disertai solusi setiap peraturan pemerintah yang dinilai kurang menguntungkan daerah
Kembali pada tema besar dari tulisan ini, aalah satu dampak besar jika daerah dalam hal ini pejabat pejabat yang membidangi, kurang komprehensif dalam.menafsirkan Permenpan tersebut.
Terlebih keliru dalam memetakan dan memahami PermenPAN RB, sangat berdampak bagi upaya daerah mempercepat perwujudan visi dan misi daerah sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
RPJMD itu sendiri merupakan penjabaran implementasi pelaksanaan.visi misi kepala daerah saat mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Ketika pejabat utama birokrasi pemerintahan daerah dibantu para pejabat membidangi, kurang cermat dan tidak komprehensif mengkaji atau menterjemahkan peraturan tersebut, maka konsekuensi nya adalah terhambatnya pencapaian target visi dan misi kepala daerah
Ketika pejabat utama birokrasi pemerintahan daerah dibantu para pejabat membidangi, kurang cermat dalam menterjemahkan peraturan tersebut, maka konsekuensi nya adalah terhambatnya pencapaian target visi dan misi kepala daerah
Mengapa visi misi kepala daerah bisa terhambat ? Ini karena jabatan jabatan struktural strategis sudah terlanjur disetarakan ke dalam jabatan fungsional. Termasuk organisasi perangkat daerah ya, baik dilebur atau ditiadakan.
Dalam karya ilmiah ini penulis berpendapat untuk di tingkat pemerintah provinsi misalnya, SKPD – SKPD yang memberikan pelayanan langsung kepada pimpinan, terlebih di Sekretariat Daerah (Setda), jabatan pengawas dan administrator di seluruh biro jangan sampai masuk dalam daftar peralihan.
Sebab, tugas utama mereka melayani pimpinan secara langsung bukan di bidang pelayanan publik secara umum.
Dari hasil produk kerja dan pemikiran pemikiran cerdas mereka lah, terlahir sebuah perumusan kebijakan kebijakan pimpinan daerah yang terukur .
Terlebih pada struktur organisasi kelembagaan di tingkat pemerintahan daerah Kabupaten/Kota strukturnya masih ada.
Jika itu sudah terlanjur terjadi, terlepas dari multi dampak kurang menguntungkan di atas, setelah penulis menganalisis pasal per pasal dari Peraturan MenPAN RB tersebut faktor utama yang menjadi latar penyebab adalah keliru dalam menafsirkan produk legislasi pusat tersebut.
Setelah penulis mereview dan menganalisis secara detil, terdapat beberapa pasal dalam narasi aturan.tersebut yang perlu lebih ekstra dianalisis para pejabat daerah yang membidangi tugas tersebut.
Pasal tersebut antara lain, ada pada Pasal 6 mengatur Kriteria.
Pasal ini menyebutkan, penyetaraan Jabatan dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:
a. pejabat yang diusulkan dalam Penyetaraan Jabatan
merupakan Pejabat Administrasi yang pada saat
penyederhanaan struktur organisasi duduk dalam jabatan
yang terdampak penyederhanaan struktur organisasi;
b. tugas dan fungsi Jabatan Administrasi berkaitan dengan
pelayanan teknis fungsional;
c. tugas dan fungsi jabatan dapat dilaksanakan oleh Pejabat
Fungsional; dan
d. jabatan yang berbasis keahlian atau keterampilan tertentu.
Dari krteria kriteria di atas kita kembali bertanya sudahkah pemerintah daerah mempetakan jabatan pengawas dan administrator yang terdampak penyederhanaan struktur.
Lalu ada krteria lain jabatan berbasis keahlian atau keterampilan baru.
Kriteria kriteria ini tentu harus dilengkapi dengan Perubahan Perda yang mengatur perangkat daerah serta Pergub terkait pelaksanaan serta mengatur kedudukan, tugas dan fungsi masing masing SKPD.
Jika ini belum dilakukan daerah, secara logika dan analisis maka penyetaraan jabatan struktural ke dalam jabatan fungsional belum bisa dilakukan.
Kemudian kita cermati lagi BAB VIII
Ketentuan Penutup di Pasal
Pasal 32 menyebutkan
Ketentuan mengenai Penyetaraan Jabatan pada Instansi
Pemerintah yang diatur dalam Peraturan Menteri ini berlaku
secara mutatis mutandis terhadap Penyetaraan Jabatan pada
instansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).
Pengertian Mutatis Mutandis adalah asas yang menyatakan bahwa pada dasarnya sesuai dengan prosedur yang terdapat dalam ketentuan Peraturan Kepala ini tetapi memiliki kewenangan melakukan perubahan prosedur pada hal-hal yang diperlukan atau penting sesuai dengan kondisi yang mendesak.
Penulis memaknai pengertian tersebut sebuah peluang atau ada kebijakan khusus dari pemerintah pusat kepada daerah yang belum siap untuk memperpanjang masa pengusulan penyetaraan jabatan administrasi ke dalam jangka fungsional dilatari kondisi khusus atau tertentu.
Misalnya sebuah daerah dihadapkan pada prioritas penanganan bencana alam luar biasa atau belum memiliki kepala daerah definitif termasuk atau kendala lain yang luar biasa.
Kemudian Pasal 33 disebutkan :
Dalam hal Instansi Pemerintah yang tidak melaksanakan
Penyetaraan Jabatan sampai dengan batas waktu yang
ditetapkan, pengalihan jabatan dilakukan melalui
perpindahan jabatan, penyesuaian, atau pengangkatan .
Bagi daerah yang terburu buru dan kurang siap dalam melaksanakan peraturan menteri tkarena kurang cermat dalam mengkaji secara komprehensif maka pasal tersebut dianggap sebagai sanksi.
Padahal perlu keberanian untuk meyakinkan pemerintah pusat.
Langkah Solusi
Kita menyadari setiap insan pelaksana birokrasi pemerintahan pasti memiliki kekurangan apa pun profesi dan status mereka.
Kita harus memiliki sikap kenegarawanan sebagaimana diwariskan para pendiri dan pejuang bangsa .
Kita juga kita juga tidak boleh menyalahkan pihak utama penyebab kekeliruan. Kita percaya kalau pun keliru dalam menterjemahkan atauran pemerintah itu, lebih dilatari dari situasi dan kondisi atau ada faktor.lain.
Lalu bagaimana solusi mengatasi persoalan di atas, jika masalah itu bersumber sebagai akibat kajian yang kurang komprehensif.
Dalam.karya ini penulis ingin memaparkan saran solusi sederhana untuk mengurangi dampak dari konsekuensi kebijakan pusat di atas.
Pertama , bagi pemerintah daerah yang terlanjur melakukan penyetaraan jabatan, jika memang keliru dalam menterjemahkan peraturan menteri tersebut segera melakukan koordinasi dengan kementerian terkait untuk menunda atau mencabut kembali kebijakan yang sudah dilaksanakan.
Pejabat terkait di bidang kajian organisasi kelembagaan Pemda, bisa memantapkan kembali koordinasi dan komunikasi disertai langkah langkah melengkapi persyaratan formal sesuai yang ditentukan pemerintah, baik revisi Perda maupun Peraturan Kepala Daerah.
Jangan sampai persyaratan formal tersebut dilengkapi setelah pelantikan penyetaraan jabatan administrasi ke dalam jabatan fungsional .
Solusi kedua, jika dalam daftar penyetaraan pada jabatan jabatan dinilai strategis dan tidak masuk dalam kriteria Pasal 6 di atas, maka segera dilakukan langkah sebagaimana solusi pertama.
Di sini sangat penting kelengkapan dokumen dokumen administrasi dan latar pertimbangan revisi usulan
Ketiga sebagai lanjutan solusi kedua jika kebijakan ini tetap dipertahankan, pemerintah daerah perlu mengkedepankan sikap arif dan bijaksana memperhatikan ASN mereka.yang terlanjur disetarakan ke dalam jabatan fungsional.
Solusi keempat, pejabat pengelola birokrasi sebaiknya perlu melakukan komunikasi dengan anggota legislatif pusat maupun anggota Dewan Perwakilan Daerah ( DPD) setempat.
Melalui fasilitasi mereka dengan kementerian terkait akan mempermudah dan memperlancar usulan daerah.
Terakhir dalam tulisan ini penting bagi panitia penyetaraan jabatan administrasi ke dalam jabatan fungsional menyebutkan jenjang penyetaraan jabatan sebagaimana Pasal 4 Permen PAN RB di atas
Pasal 4 menyebutkan:
(1) Penyetaraan Jabatan dilakukan sebagai berikut:
a. Administrator disetarakan dengan Jabatan
Fungsional jenjang ahli madya;
b. Pengawas disetarakan dengan Jabatan Fungsional
jenjang ahli muda; dan
c. pejabat pelaksana yang merupakan eselon V
disetarakan dengan Jabatan Fungsional jenjang ahli
pertama.
(2) Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu Jabatan Fungsional yang telah ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyebutan ini sangat penting agar publik mengetahui penyetaraan jabatan administrasi disertai dengan klasifikasi jenis jabatan yang diemban baik jabatan pengawas maupun administrator.
Ruh dari gerak cepat roda birokrasi pemerintahan baik di tingkat pusat atau daerah adalah hasil karya karya nyata para ASN.
ASN adalah bagian dari aset bangsa. Hati dan perasaan mereka harus dibesarkan secara psikologis disertai kebijakan peningkatan kesejahteraan.
Dari proses kerja dan pemikiran mereka dibantu sistem kerja yang profesional, Bersinergi dengan segenap komponen, tercipta produk- produk hukum negara yang kuat.
Akhirnya semoga Allah, Tuhan.yang maha pengasih dan penyanyang, senatiasa memudahkan langkah dan ikhtiar kita untuk terus berkarya untuk kepentingan bangsa dan negara kita tercinta .*